Tanggal 1 Muharrom, Momen Mewujudkan Kepedulian MGS Terhadap
Masyarakat Sekitar
SARANG- Bulan Muharrom, bulan
pertama di tahun hijriyyah, sering dimaknai oleh umat islam dimana pun berada
sebagai bulan amal, bulan untuk mewujudkan kepedulian terhadap sesama muslim
yang kurang mampu. Terlebih bulan Muharrom merupakan salah satu asyhurul
hurum, bulan yang dimuliakan baik pada masa jahiliyyah maupun masa renaissance.
Dalam adat masyarakat Jawa, bulan Muharrom -atau yang biasa disebut bulan Suro
dalam penanggalan Jawa- sering dimaknai sebagai bulan keramat atau bulan
barokah. Sehingga banyak diantara mereka yang melakukan ritual tertentu pada
bulan tersebut seperti mengadakan haul, menjamas keris, mandi Suro, bahkan ada
yang kebablasen dengan melakukan hal-hal yang berbau syirik dan klenik. Terlepas
dari semua itu, bulan Muharrom merupakan bulan yang dimuliakan oleh umat islam
dimana pun berada.
Seakan tidak mau kalah dalam
mendapatkan pahala di bulan istimewa ini, santri MGS mengadakan bakti sosial
pada hari pertama bulan tersebut seperti yang biasa dilakukan pada tahun-tahun
sebelumnya. Tepatnya pada hari Jum’at (18/12), acara yang dimotori oleh DEMU,
khususnya sie Humas, itu berlangsung dengan tertib dan lancar. Para warga yang umumnya kaum hawa pun berduyun-duyun
untuk mendatangi halaman MGS. Mereka yang datang adalah warga dari lima
desa yang sebelumnya sudah diberi kartu tanda penerima bantuan. Tapi walaupun
begitu, tetap saja ada warga yang datang tanpa kartu tanda tersebut.
Acara bakti sosial yang rutin
diadakan MGS setiap tahun itu membagi-bagikan beras, mie instan, dan pakaian bekas
layak pakai yang dikumpulkan dari segenap santri Sarang putra maupun putri. Dan
dananya dikumpulkan dari para dermawan di sekitar Sarang. Tak
tanggung-tanggung, dana yang terkumpul mencapai sekitar Rp.7 juta lebih. Dana
sebesar itu digunakan untuk membeli beras 1,2 ton, dan puluhan kardus mie
instan yang mana setiap warga mendapatkan dua kilo beras dan dua bungkus mie
serta satu stel pakaian. Sebelum dibagikan, terlebih dahulu diadakan
serangkaian seremonial acara yang menambah semarak suasana di pagi hari itu.
Dimulai pada pukul 08.00 WIB, acara dibuka dengan pembacaan Al-Fatihah yang
dipimpin oleh MC kondang dari Karawang. Selanjutnya pembacaan kalam ilahi yang
dibawakan oleh anggota DEMU yang hamil (hafal Qur’an), yang bergema ke
seluruh penjuru MGS menggetarkan hati-hati yang khusyu’ dan lembut (hatinya
mbah wali). Selanjutnya sambutan dari ketua Dewan Murid 2010, yang mana dalam
hal ini dibawakan langsung oleh beliau Ags. Syarifudin Hidayatulloh. Disusul
kemudian oleh sambutan dari kasie. Humas, A. Zabidi Romli, selaku event
organizer acara ini.
Rangkaian acara yang
terakhir, yang paling ditunggu-tunggu adalah mau’idhoh dari KH. Haidlor Abd. Syakur, salah satu pengajar di madrasah.
Kiai nyentrik ini selalu menyampaikan pidatonya dengan gaya humoris. Tak ayal, para warga yang
umumnya perempuan pun ger-geran tatkala mendengarkan joke-joke segar
dari beliau sehingga tidak merasa bosan dan jenuh. Dalam pidatonya itu, KH. Haidlor
mengatakan bahwa asal muasal tahun hijriyah bermula dari hijrahnya Nabi
Muhammad dari Makkah ke kota
Madinah (sebelumnya bernama Yastrib). Selanjutnya, tahun terjadinya hijroh
tersebut dijadikan permulaan penghitungan kalender tahun islam oleh Kholifah
Umar bin Khothob. Jika ditilik dari segi bahasa, term hijroh mempunyai
arti berpindah. Dalam konteks kehidupan nyata, term hijroh berarti berpindah dari kejelekan menuju
kebaikan, dari kebaikan menjadi lebih baik. Seperti halnya Nabi Muhammad yang
berhijroh dan berpindah dari Makkah menuju Madinah, dari yang penduduknya
musyrik dan memusuhi islam, sehingga menjadikan suasana tidak kondusif untuk
menjalankan syari’at Islam secara kaffah, menuju suatu daerah angker yang
menurut orang Jawa dikenal dengan istilah jalmo moro jalmo mati. Dan lagi kondisi ekonomi dan status sosial
masyarakatnya jauh di bawah keadaan masyarakat Makkah yang makmur dan keturunan
bangsawan. Tapi semua 'topeng duniawi' itu tidak
menjadikan mereka penduduk Madinah sebagai penghalang untuk menerima ajaran
islam.
Selanjutnya,
kiai yang juga pengurus NU Sarang ini menjelaskan secara rinci kronologi
kedatangan Nabi Muhammad di Madinah dengan diselingi humor yang mengundang gelak
tawa dari para hadirin. Rasululloh datang ke Madinah, kata beliau, di saat
kedua suku yang mendiaminya yaitu suku Aus dan Khozroj terlibat perseteruan
yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dengan datangnya Nabi Muhammad,
kedua suku itupun berdamai dengan sendirinya sehingga terbentuklah suatu
masyarakat yang rukun, beradab dan menjadi contoh bagi kota-kota Islam lainnya.
Sekali lagi, KH. Haidlor membuat para hadirin ger-geran ketika beliau berkata: “Nek
wayah dungo sing khusyu’ yoo! Ojo iling beras wae!”
Setelah acara selesai, warga
pun antre untuk mendapatkan bingkisan. Walaupun sebelumnya sudah diperingatkan
untuk tidak berebutan, tapi tetap saja ketika pembagian warga berdesak-desakan.
Ya, bagaimana pun acara ini sudah diniatkan dan dijalankan sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment