Tuesday 4 June 2013

mgs peduli masyarakat

Tanggal 1 Muharrom, Momen Mewujudkan Kepedulian MGS Terhadap Masyarakat Sekitar
 
SARANG- Bulan Muharrom, bulan pertama di tahun hijriyyah, sering dimaknai oleh umat islam dimana pun berada sebagai bulan amal, bulan untuk mewujudkan kepedulian terhadap sesama muslim yang kurang mampu. Terlebih bulan Muharrom merupakan salah satu asyhurul hurum, bulan yang dimuliakan baik pada masa jahiliyyah maupun masa renaissance. Dalam adat masyarakat Jawa, bulan Muharrom -atau yang biasa disebut bulan Suro dalam penanggalan Jawa- sering dimaknai sebagai bulan keramat atau bulan barokah. Sehingga banyak diantara mereka yang melakukan ritual tertentu pada bulan tersebut seperti mengadakan haul, menjamas keris, mandi Suro, bahkan ada yang kebablasen dengan melakukan hal-hal yang berbau syirik dan klenik. Terlepas dari semua itu, bulan Muharrom merupakan bulan yang dimuliakan oleh umat islam dimana pun berada.

Seakan tidak mau kalah dalam mendapatkan pahala di bulan istimewa ini, santri MGS mengadakan bakti sosial pada hari pertama bulan tersebut seperti yang biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Tepatnya pada hari Jum’at (18/12), acara yang dimotori oleh DEMU, khususnya sie Humas, itu berlangsung dengan tertib dan lancar. Para warga yang umumnya kaum hawa pun berduyun-duyun untuk mendatangi halaman MGS. Mereka yang datang adalah warga  dari lima desa yang sebelumnya sudah diberi kartu tanda penerima bantuan. Tapi walaupun begitu, tetap saja ada warga yang datang tanpa kartu tanda tersebut.

Acara bakti sosial yang rutin diadakan MGS setiap tahun itu membagi-bagikan beras, mie instan, dan pakaian bekas layak pakai yang dikumpulkan dari segenap santri Sarang putra maupun putri. Dan dananya dikumpulkan dari para dermawan di sekitar Sarang. Tak tanggung-tanggung, dana yang terkumpul mencapai sekitar Rp.7 juta lebih. Dana sebesar itu digunakan untuk membeli beras 1,2 ton, dan puluhan kardus mie instan yang mana setiap warga mendapatkan dua kilo beras dan dua bungkus mie serta satu stel pakaian. Sebelum dibagikan, terlebih dahulu diadakan serangkaian seremonial acara yang menambah semarak suasana di pagi hari itu. Dimulai pada pukul 08.00 WIB, acara dibuka dengan pembacaan Al-Fatihah yang dipimpin oleh MC kondang dari Karawang. Selanjutnya pembacaan kalam ilahi yang dibawakan oleh anggota DEMU yang hamil (hafal Qur’an), yang bergema ke seluruh penjuru MGS menggetarkan hati-hati yang khusyu’ dan lembut (hatinya mbah wali). Selanjutnya sambutan dari ketua Dewan Murid 2010, yang mana dalam hal ini dibawakan langsung oleh beliau Ags. Syarifudin Hidayatulloh. Disusul kemudian oleh sambutan dari kasie. Humas, A. Zabidi Romli, selaku event organizer acara ini.

Rangkaian acara yang terakhir, yang paling ditunggu-tunggu adalah mau’idhoh dari KH. Haidlor  Abd. Syakur, salah satu pengajar di madrasah. Kiai nyentrik ini selalu menyampaikan pidatonya dengan gaya humoris. Tak ayal, para warga yang umumnya perempuan pun ger-geran tatkala mendengarkan joke-joke segar dari beliau sehingga tidak merasa bosan dan jenuh. Dalam pidatonya itu, KH. Haidlor mengatakan bahwa asal muasal tahun hijriyah bermula dari hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke kota Madinah (sebelumnya bernama Yastrib). Selanjutnya, tahun terjadinya hijroh tersebut dijadikan permulaan penghitungan kalender tahun islam oleh Kholifah Umar bin Khothob. Jika ditilik dari segi bahasa, term hijroh mempunyai arti berpindah. Dalam konteks kehidupan nyata,  term  hijroh berarti berpindah dari kejelekan menuju kebaikan, dari kebaikan menjadi lebih baik. Seperti halnya Nabi Muhammad yang berhijroh dan berpindah dari Makkah menuju Madinah, dari yang penduduknya musyrik dan memusuhi islam, sehingga menjadikan suasana tidak kondusif untuk menjalankan syari’at Islam secara kaffah, menuju suatu daerah angker yang menurut orang Jawa dikenal dengan istilah jalmo moro jalmo mati.  Dan lagi kondisi ekonomi dan status sosial masyarakatnya jauh di bawah keadaan masyarakat Makkah yang makmur dan keturunan bangsawan. Tapi semua 'topeng duniawi' itu tidak menjadikan mereka penduduk Madinah sebagai penghalang untuk menerima ajaran islam.

Selanjutnya, kiai yang juga pengurus NU Sarang ini menjelaskan secara rinci kronologi kedatangan Nabi Muhammad di Madinah dengan diselingi humor yang mengundang gelak tawa dari para hadirin. Rasululloh datang ke Madinah, kata beliau, di saat kedua suku yang mendiaminya yaitu suku Aus dan Khozroj terlibat perseteruan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dengan datangnya Nabi Muhammad, kedua suku itupun berdamai dengan sendirinya sehingga terbentuklah suatu masyarakat yang rukun, beradab dan menjadi contoh bagi kota-kota Islam lainnya. Sekali lagi, KH. Haidlor membuat para hadirin ger-geran ketika beliau berkata: “Nek wayah dungo sing khusyu’ yoo! Ojo iling beras wae!”


Setelah acara selesai, warga pun antre untuk mendapatkan bingkisan. Walaupun sebelumnya sudah diperingatkan untuk tidak berebutan, tapi tetap saja ketika pembagian warga berdesak-desakan. Ya, bagaimana pun acara ini sudah diniatkan dan dijalankan sebaik-baiknya.

No comments:

Post a Comment